Informasi Seputar Dunia Hukum how to address a lawyer, financial freedom reverse mortgage, raymond a mason school of business, dog bite lawyer los angeles, personal injury lawyer salaries,attorney maritime, attorney maritime, birth injury lawyer, personal injury attorney tampa fl, medical malpractice lawyer nj, tax attorney houston, personal injury lawyer jersey city, emc insurance companies, medical malpractice lawyers nj,

Friday, July 26, 2013

Kebebasan Beragama Dalam Sistem Hukum Indonesia

Era refornasi telah memberikan angin segar terhadap pengakuan hak sipil dan politik di Indonesia. Ini dibuktikan dengan adanya beberapa amandemen terhadap konstitusi Negara dan penetapan undang- undang baru yang mendukung perlindungan hak asasi manusia. Meskipun masih ada beberapa perundang- undangan yang masih tumpang tindih, tetapi upaya dari pemerintah untuk mengamandemen konstitusi Negara selaras dengan semangat untuk menghargai, melindungi dan mengisi hak asasi manusia di Indonesia. Apalagi pemerintah juga telah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik. Sehingga seharusnya perlindungan terhadap hak sipil dan politik di Indonesi setingkat lebih maju dibanding Era Orde Baru


Amandemen ke empat dari UUD 1945 memepunyai aturan hukum yang paling lengkap tentang hak asasi manusia termasuk didalamnya hak kebebasan beragama. Amandemen tersebut khususnya tentang aturan hukum mengenai kebebasan beragama ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia menaruh perhatian khusus untuk menjamin hak tersebut. Lebih khusus lagi, amandemen tersebut dilakukan sebelum pemerintah meratifikasi Kovena Hak Sipil dan Politik. Artinya, pemerintah tidak perlu lagi mengamandemen konstitusi negara karena sudah sesuai dengan semangat Kovenan.

Amandemen, khususnya yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan kebebasan beragama mutlak dilakukan karena ada banyak aliran kepercayaan yang berkembang di masyarakat. Oleh sebab itu diperlukan sebuah aturan hukum yang komprehensif untuk mengatur dan melindungi hak masing- masing agama dan penganut dari agama- agama. Salain itu, bnayaknya kasus kekerasan dan konflik berdasarkan agama dan keyakinan yang terjadi dibeberapa tempat juga menjadi faktor diperbaharuinya aturan hukum tentang kebebasan beragama di UUD 1945.

Aturan hukum tentang kebebasan beragama atau forum internum di dalam amandemen ke empat UUD 1945 diatur didalam Bab IX A tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 29 (2) dari bab ini berbunyi:

Negara menjamin kemerdekaan tiap- tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu..’

Kemusiaan, Pasal 28 E (1) dari UUD 1945 juga mengatur bahwa setiap orang bebas memeluk agama memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Pasal 28 E (2) juga menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Pasal ini sesuai dengan semangat dari Kovenan Hak Sipil dan Politik dimana hak beragama diatur secara bersamaan dengan hak untuk berhati nurani dan menyatakan pikiran. Ketiga hak tersebut diatur secara bersamaan karena mempunyai unsur- unsur yang sama untuk menjadi norma jus cogens meskipun tidak ada consensus internasional yang mengatakan bahwa kebebasan beragama adalah jus cogens.

Senada dengan pasal tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui keputusannya No.VII/MPR/1998 Tentang Piagam Hak Asasi Manusia Pasal 13 juga menegaskan bahwa setiap orang bebasa memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu. Sementara itu, Pasal 22 (1) dari Undang- Undang No.39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk bebas memilih agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut ajaran agama dan kepercayaannya itu. Pasal 55 dari UU tersebut juga mengatur hak setiap anak untuk beribadat menurut agama atau kepercayaannya didalam asuhan orang tua atau bimbingan pihak lain.

Berdasarkan penjelasan diatas aturan tentang kebebasan beragama berkeyakinan yang tertuang didalam Pasal 29 (2) dan 28E (1&2) dari UUD 1945, Pasal 22 (1) dari UU No. 39/1999, dan Pasal 13 dari TAP MPR No.VII/MPR/1998 sesuai dengan unsur-unsur tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan seperti yang diatur didalam pasal 18 Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Deklarasi HAM. Kata-kata ‘hak untuk bebas memilih keyakinannya’ didalam UUD 1945 dan Piagam Hak Asasi Manusia dan ‘bebas untuk memilih agama dan keyakinannya’ yang termaksud didalam UU No.39/1999 secara jelas mencakup unsur- unsur ‘hak untuk secara bebas memilih atau memiliki agama atau keyakinan seperti yang diatur didalam Kovenan Hak Sipil dan Politik. .(http://balitbangdiklat.kemenang.go.id)

Selanjutnya, kata ‘bebas beribadat’ yang diatur didalam pasal 29 (2) dan 28E (2) dari UUD 1945 dan Pasal 22 (1) dari UU mencakup unsur-unsur tentang manifestasi keagamaan dan keyakinan di Pasal 18 (3) dari Kovenan Hak Sipil dan Politik. Oleh karena itu, aturan hukum tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan didalam sistem hukum Indonesia telah sesuai dengan hak asasi manusia internasioanal. Aturan hukum tersebut juga telah mencakup unsur- unsur kebebasan beragama khususnya tentang forum externum.

Kenapa hukum nasional Indonesia harus disesuaikan dengan instrument internasional? Pertama, karena Indonesia telah meratifikasi Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik yang mengatur tentang kebebasan beragama. Berdasarkan kovenan tersebut, senua produk perundang- undangan nasional suatu negara anggota harus disesuaikan dengan aturan hukum yang ada di Kovenan. Kedua, karena instrument internasional sifatnya adalah saling melengkapi. Misalnya, kebebasan beragama didalam Deklarasi Universal dijelaskan lebih rinci didalam Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Deklarasi 1981. Oleh karena itu, perundang- undangan nasional Indonesia harus memperhatikan semua aturan hukum tentang kebebasan beragama di semua instrument internasional sejak pemerintah meratifikasi instrument internasional yang bersifat mengikat. .(http://balitbangdiklat.kemenang.go.id)

Seperti halnya Kovenan Hak Sipil dan Politik, hukum nasional di Indonesia juga mengatur tentang batasan kebebasan beragama. Pembatasan tersebut hanya berlaku untuk hak untuk memanifestasikan agama atau kepercayaan dengan satu syarat batasan tersebut harus didasarkan pada undang- undang. Lebih jauh, batasan yang dimaksudkan untuk melindungi hak fundamental dan hak orang lain tersebut harus memperhatikan prinsip proporsionalitas dan non diskriminasi. .(http://balitbangdiklat.kemenang.go.id diakses tanggal 21-04-2011 jam 16.30)

Batasan mengenai kebebasan beragama dan hak- hak lainya diatur didalam pasal 73 dari Undang- Undang No. 39/1999 yang mengatakan bahwa :

Hak dan kebebasan yang diatur didalam undang- undang ini bisa dibatasi dengan undang- undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghormatan hak- hak dasar dan kebebasan orang lain, memenuhi persyaratan moral atau kepentingan umum.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Kebebasan Beragama Dalam Sistem Hukum Indonesia

2 comments:

  1. apakah orang juga juga memiliki hak untuk mati ???
    misalnya jika ada penyakit yang tak bisa disembuhkan, lalu ingin mengahiri hidupnya dengan bntuan dokter.
    apa dasar hukumnya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. hak untuk mati disebut Euthanasia. di Indonesia hal ini tidak berlaku. hak untuk mati diperbolehkan di Belanda

      Delete