Informasi Seputar Dunia Hukum how to address a lawyer, financial freedom reverse mortgage, raymond a mason school of business, dog bite lawyer los angeles, personal injury lawyer salaries,attorney maritime, attorney maritime, birth injury lawyer, personal injury attorney tampa fl, medical malpractice lawyer nj, tax attorney houston, personal injury lawyer jersey city, emc insurance companies, medical malpractice lawyers nj,

Monday, April 24, 2017

Pembangunan Berwawasan Lingkungan Melalui Green Banking

Sumber daya alam sebagai salah satu unsur lingkungan hidup sangat diperlukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam ini dikelola serta dikonsumsi guna memenuhi kebutuhan hidup. Manusia kemudian berkembang dengan kemampuannya menciptakan teknologi dan industrialisasi yang menjadikan pengelolaan serta pemanfaatan sumberdaya alam menjadi mudah. Namun demikian, hubungan timbal balik yang baik seharusnya dapat tetap terjaga agar tercipta keseimbangan yang sehat dan dinamis antara manusia dengan alam yang menyediakan sumber pemenuhan kebutuhan.1

Persoalan tentang lingkungan hidup apabila dikaji dalam pelaksanaan pembangunan sekarang ini seringkali dihadapkan pada keadaan yang kontroversi antara pemanfaatan sumber daya alam untuk pembangunan dan kelestarian lingkungan hidup itu sendiri. Indonesia sebagai negara yang memiliki kuantitas dan kualitas sumber daya alam yang sangat baik juga berada pada posisi yang dilematis, mengingat selama ini dalam pembangunan ekonominya lebih berbasis pada pemanfaatan sumber daya alam. Apabila proses pembangunan ekonomi yang berbasis sumber daya alam tidak dilaksanakan dengan baik maka dapat menimbulkan beragam permasalahan lingkungan, seperti  pencemaran air dan/atau udara, kerusakan kualitas tanah, kebakaran dan kerusakan hutan, alih fungsi lahan pertanian, perubahan iklim dan sebagainya. Hal ini dapat menjadi sebuah permasalahan bagi rakyat Indonesia nantinya apabila tidak diberikan perhatian secara serius, kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan bisa saja terjadi.

Pada penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) disebutkan bahwa baik negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan mempunyai kewajiban yang sama untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Selain itu, UUPPLH juga menyebutkan bahwa lingkungan hidup harus diindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan.2

Berdasarkan rujukan Penjelasan Umum UUPPLH di atas, maka secara konsepsional dapat dipahami bahwa setiap pemanfaatan lingkungan hidup Indonesia untuk pembangunan negara harus dilaksanakan dengan memperhatikan dampak terhadap lingkungan kedepannya. Hal yang mesti dilakukan kemudian yaitu  melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan sesuai dengan asas keberlanjutan dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup.

Untuk mencapai pembangunan berwawasan lingkungan tersebut diperlukan perencanaan dan perancangan yang bersifat ekologis dengan menggunakan asas-asas serta instrument-instrumen yang disebutkan dalam UUPPLH, salah satunya yaitu instrumen ekonomi. Intrumen ekonomi dalam pengelolaan lingkungan hidup menjadi sangat menarik mengingat sebelum UUPPLH tahun 2009 berlaku pendekatan yang digunakan dalam perlindungan lingkungan hidup yaitu command and control tidak berjalan dengan baik karena buruknya tata kelola pemerintahan kita.3 Instrumen ekonomi lingkungan hidup ini menjadi pelengkap dari pendekatan command and control dan jika diterapkan dengan baik maka akan membuka mata semua pemangku kepentingan betapa kepedulian terhadap perlindungan lingkungan hidup ternyata mempunyai manfaat ekonomis yang besar.4

Seperti yang disebutkan dalam UUPPLH Pasal 42 ayat (2) instrumen ekonomi lingkungan hidup meliputi perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, pendanaan lingkungan hidup, dan insentif dan/atau disinsentif. Ketiga ruang lingkup instrumen ekonomi ini kemudian terbagi-bagi lagi sesuai dengan kriterianya, misalnya intrumen ekonomi intensif dan/atau disintensif yang terbagi dalam 8 bagian, yang kesemuanya merupakan instrumen ekonomi yang sifatnya lebih kepada upaya-upaya pemberian dorongan atau daya tarik serta pengenaan beban atau ancaman secara moneter dan/atau nonmoneter.

Salah satu instrumen ekonomi intensif dan/atau disinsentif dalam UUPPLH yaitu pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup. Pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup ini sangat penting mengingat lembaga keuangan merupakan salah satu bagian vital dalam pembangunan Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung akan bersentuhan dengan pemanfaatan lingkungan hidup.

Bank yang merupakan sebuah lembaga keuangan mau tidak juga harus melakukan transformasi dalam perilaku dan kegiatannya yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Jika pada masa lalu, pihak yang harus bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan ialah pelaku usaha (industri), sementara bank sebagai pihak yang memberikan pembiayaan terbebas dari tanggung jawab tersebut. Namun, hal tersebut sudah kini mulai bergeser. Bank melalui cara pembiayaannya, diharuskan untuk turut berperan dalam menekan perusakan lingkungan. Artinya, bank harus mempertimbangkan apakah kegiatan yang dijalankan oleh debiturnya memiliki dampak negatif terhadap lingkungan atau tidak. Salah satunya melalui konsep Green Banking. Konsep “Green Banking” atau “Perbankan Hijau” adalah sebuah konsep yang mendorong bisnis perbankan membantu pengurangan pencemaran lingkungan. Untuk membantu pengurangan pencemaran lingkungan, bank dalam proses pembiayaan sebuah pembangunan harus melihat dampak terhadap kelestarian lingkungan.5

Konsep Green Banking


Green Banking adalah istilah umum yang mengacu pada praktek-praktek dan pedoman bank-bank dalam pembangunan yang berkelanjutan di bidang ekonomi, lingkungan, dan sosial. Konsep “Green Banking” atau “Perbankan Hijau” adalah sebuah konsep yang mendorong bisnis perbankan membantu pengurangan pencemaran lingkungan. Untuk membantu pengurangan pencemaran lingkungan, bank dalam proses pembiayaan sebuah pembangunan harus melihat dampak terhadap kelestarian lingkungan.6

Konsep green banking ini sangat erat kaitannya dengan istilah green credit. Green credit dapat diartikan sebagai fasilitas pinjaman dari lembaga keuangan kepada debitur yang bergerak di sektor bisnis yang tidak berdampak pada penurunan kualitas lingkungan maupun kondisi sosial masyarakat. Meski demikian, green banking tidak hanya berkutat pada dunia perkreditan, namun juga program-program lain yang berwawasan lingkungan.7


Sejarah green banking


Konsep green banking pertama kali di terapkan oleh Triodos Bank (didirikan pada tahun 1980) yang berasal dari Belanda. Bank ini mulai memperhatikan kelestarian lingkungan melalui sektor perbankan sejak hari pertama berdirinya. Pada tahun 1990 bank ini meluncurkan proyek “Dana Hijau” untuk pendanaan proyek ramah lingkungan. Mengambil contoh dari bank ini, bank-bank di seluruh dunia mulai mengambil inisiatif mengembangkan perbankan hijau.8

Selanjutnya pada tahun 1992 saat berlangsungnya Konferensi PBB Tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro, dideklarasikan sebuah badan yang bernama United Nations Environment Programme Finance Initiative (UNEP FI) sebagai platform khusus yang menjembatani kelestarian lingkungan dengan sektor finansial secara global. Badan ini didirikan sebagai pengakuan dari tumbuhnya hubungan antara keuangan, lingkungan, sosial dan pemerintahan, dan sekarang sudah beranggotakan lebih dari 200 bank dari berbagai negara.9

UNEP FI dalam menjalankan programnya berkomitken pada pembangunan yang berkelanjutan. Komitmen-komitmen itu antara lain:10

Berkomitmen dalam menganggap pembangunan berkelanjutan sebagai pengembangan pemenuhan kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri sebagai aspek fundamental dari manajemen bisnis yang sehat.

Berkomitmen bahwa pembangunan berkelanjutan dapat dicapai oleh memungkinkan pasar untuk bekerja dalam kerangka kerja yang tepat dari biaya regulasi yang efisien dan instrumen ekonomi. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran memimpin pembangunan dan menegakkan prioritas pembangunan jangka panjang.

Berkomitmen menganggap lembaga jasa keuangan merupakan kontributor penting dalam pembangunan berkelanjutan, melalui interaksi dengan sektor ekonomi lainnya dan konsumen dengan malakukan pembiayaan, investasi dan perdagangan.

Berkomitmen bahwa agenda pembangunan berkelanjutan adalah merupakan agenda yang saling terkait dengan kemanusiaan dan masalah sosial serta agenda pelestarian lingkungan global.
UNEP FI memberikan 3 (tiga) panduan praktis pelaksanaan green banking kepada bank-bank yang bernaung di dalamnya, yaitu:11

1. Menejemen resiko.

Bank dijalankan dengan identifikasi dan analisis yang sistematis terhadap manajemen risiko dalam operasi perbankan dengan tujuan untuk menghindari dan mengurangi dampak buruk pada lingkungan, sekaligus mengurangi risiko dan meningkatkan kinerja sekaligus nilai perusahaan dalam jangka panjang.

2. Produk dan jasa ramah lingkungan.

Dengan memahami kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan pasar bank dapat mengembangkan produk dan layanan yang berorientasi pada pembangunan keberlanjutan sehingga dapat mendukung transisi penggunaan sumber daya dan ekonomi rendah karbon.

3. Pengelolaan Lingkungan.

Manajemen lingkungan yang konsisten terhadap fasilitas bank, mulai dari efisiensi energi dan pengurangan limbah dengan melibatkan manajemen dan karyawan bank, hal ini bertujuan “memimpin dengan contoh” dan mempromosikan perubahan dalam internal bank sendiri.

Pada tahun 2011 UNEP FI mengeluarkan laporan terhadap perkembangan bank-bank yang bernaung di bawahnya. Bank-bank tersebut tersebar dari berbagai negara dan menjalankan program-program perbankan yang berdaya dukung terhadap lingkungan, diantaranya yaitu:

Brazil

Pada tahun 2009 asosiasi perbankan Brasil, Febraban, menandatangani perjanjian “Protokol Hijau” (Protocolo Verde) dengan Kementerian Lingkungan Hidup mereka. Komitmen yang dibuat di bawah Protokol ini meliputi promosi lingkungan sosial, pengelolaan dan peningkatan kesadaran terhadap lingkungan hidup. Indikator kepatuhan terhadap Protokol ini dikembangkan bersama oleh bank-bank, pemerintah dan LSM di bawah naungan asosiasi perbankan Brasil.12

Bangladesh

Pada bulan Januari 2011, Bank Sentral Bangladesh mengambil langkah proaktif mempromosikan isu-isu lingkungan hidup dan sosial dalam keuangan negara, dengan mengeluarkan Pedoman Manajemen Resiko Lingkungan untuk Bank dan Lembaga Keuangan dan selanjutnya menetapkan pedoman Kebijakan Green Banking di Bangladesh. Kebijakan Green Banking itu mewajibkan bagi bank-bank yang ada di Bangladesh untuk mengatasi masalah lingkungan dan sosial melalui proses pinjaman, mengembangkan kerangka kerja, melatih staf dan mulai melaporkan isu-isu lingkungan dan sosial.13

Cina

Pada tahun 2007, Bank Rakyat China (Bank Sentral), Komisi Regulator Perbankan China dan Departemen Perlindungan Lingkungan Hidup Cina bersama-sama meluncurkan Kebijakan Kredit Hijau. Kebijakan ini mendesak lembaga keuangan untuk mengintegrasikan isu-isu lingkungan dalam kegiatan mereka, terutama dalam bentuk penarikan pinjaman dari perusahaan industri yang mempunyai konsumsi tinggi pada energi dan menghasilkan polusi yang tinggi. Sebaliknya memberi dukungan finansial untuk industri ramah lingkungan. Sejak itu bank-bank Cina mulai aktif mencari dan memahami masalah lingkungan serta implikasinya, dengan tujuan untuk menerapkan kebijakan ini.14

Kanada

Toronto Dominion Bank di Kanada telah mengembangkan dua program yang paralel di mana karyawan mengambil alih tanggung jawab untuk memperbesar kesadaran tentang isu-isu lingkungan, sehingga meningkatkan keterlibatan karyawan di seluruh organisasi. Dua program itu yaitu:15


  1. Retail Operations: Relawan-relawan dalam program ini disebut Green Koordinator bertanggung jawab untuk meningkatkan kesadaran kepada karyawan tentang isu-isu lingkungan dalam mereka cabang. Mereka juga bekerja memberi informasi mengenai inisiatif lingkungan. Mengingat bahwa mereka berada di garis depan operasional bank, mereka mampu menjangkau basis pelanggan dan menginformasikan tentang kredensial bank terhadap pengelolaan lingkungan.
  2. Business units and sub-units: Relawan yang sukses dalam menjalankan Retail Operations akan diberi gelar Duta Lingkungan dalam perusahaan. Duta Lingkungan ini bertugas mengatur mekanisme untuk melibatkan karyawan dalam program lingkungan perusahaan. Duta Lingkungan juga diberi kewenangan untuk mengadakan komite lingkungan untuk mengatur strategi dan melaksanakan ide-ide mereka.


Yunani

Piraeus Bank di Yunani menyediakan jasa konsultasi dan pendanaan untuk klien mereka yang ingin menerapkan kebijakan pembangunan berkelanjutan. Bank ini melakukan road show di kota-kota besar di seluruh Yunani untuk memberi informasi bagaimana cara menjalankan sebuah bisnis ramah lingkungan dan membantu perusahaan yang sudah ada tentang cara beradaptasi terhadap perubahan iklim. Selain itu, Bank ini juga memberi panduan pada tingkat perusahaan bagaimana cara mengubah strategi bisnis dalam rangka untuk mengurangi resiko perubahan iklim.16

Secara ringkas penerapan green banking diberbagai negara dapat disederhanakan menjadi sebagai berikut :17

1. Internal Bank

Menerapkan program efisiensi dan R3 (Reduce, Reused, Recycle) antara lain dengan mengoptimalkan daya inovasi dan kreativitas pegawai serta dengan memanfaatkan piranti teknologi.

2. Eksternal Bank

Mengedukasi stake holders melalui program ramah lingkungan dan menawarkan eco-product pada pelanggan, seperti:

# Corporate Social Responsibility (CSR): yaitu dengan melakukan kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan pemberdayaan masyarakat atau terlibat dalam sosialisasi green business.

# Kredit: yaitu dengan melakukan penyaluran kredit pada sektor atau industri ramah lingkungan seperti energi terbarukan (renewable energy), produk organik, industri kreatif yang memanfaatkan limbah, produk efisien (high end product), pengolah limbah, serta pertanian dan kehutanan, memberikan insentif bunga kepada debitur yang memiliki bisnis model yang ramah lingkungan, menerapkan prinsip sustainability dalam analisa kelayakan kredit debitur secara bertahap sebagai bagian klausul kredit serta dipercaya menjadi bank penyalur kredit dari lembaga-lembaga dunia untuk proyek lingkungan.

# Pendanaan: yaitu menyediakan produk giro, tabungan atau deposito yang berafiliasi dengan rekening komunitas lingkungan

Penerapan green banking di Indonesia


Di Indonesia sendiri, sudah ada 2 bank yang turut serta dalam keanggotaan di UNEP FI, yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI) yang bergabung pada bulan Desember 2005 dan Bank Jabar Banten (BJB) yang bergabung pada bulan Desember 2011. Kedua bank tersebut telah menjalankan konsep green banking, misalnya BNI dengan slogannya “BNI Go Green”.18 Saat itu BNI menyalurkan kredit industrial efficiency and pollution control. Kredit ini disalurkan kepada nasabah yang menjalankan proyek penanggulangan polusi lingkungan. Uang yang dikucurkan untuk kredit ini mencapai Rp 89,89 miliar. BNI juga pernah mengalirkan Nucleus Transmigration Plantation Loans (KLBI Pir Trans). Kredit ini diberikan pada petani yang membudidayakan tanaman plasma, dengan total kredit Rp 25,22 miliar pada 2012. Sementara BJB dalam implementasinya terhadap konsep green banking antara lain saat ini dalam beberapa modul kerja dilaksanakan melalui proses paperless, termasuk pengembangan teknologi informasi, yaitu pengembangan layanan e-channel. Selain itu BJB dalam menjalankan program corporate social responsibility sekarang lebih berfokus pada bidang lingkungan, baik itu perlindungan, pelestarian maupun pembiayaan konservasi lingkungan hidup.19

Selain kedua bank tersebut, bank lain yang beroperasi di Indonesia dan telah menerapkan konsep green banking yaitu Bank Asia Ltd. Bank Asia Ltd merupakan bank umum yang berasal dan berpusat di Bangladesh. Pada situs resminnya, Bank Asia Ltd menyatakan tujuannya untuk menjadi "bank yang dimana setiap keputusan akan diambil dari dua pertimbangan yaitu pertimbangan keuangan dan pertimbangan lingkungan”. Untuk itu Bank Asia Ltd telah mengedarkan Pedoman Kebijakan Perbankan Hijau dan Green Office Guide yang berlaku kepada semua karyawan untuk menciptakan kesadaran tentang kegiatan green banking dan memberikan petunjuk tentang konservasi energi, air, kertas tabungan, dll.20

Dalam penerapannya di Indonesia, konsep green banking ini bisa diterapkan dengan cara:21


  • Penguatan komiten penerapan Corporate Sustainability pada Top Level Management baik pusat maupun di level kantor layanan. Dengan membuat suatu management system pada Green Strategy, Green Process, Green Product, dan Green Employee dengan target kuantitatif berupa comformity percentage.
  • Penurunan kebijakan perusahaan yang membahas tentang implementasi Green Banking ke dalam program divisi, departemen hingga pada low level management.
  • Penambahan SOP pelayanan nasabah berupa penjelasan langsung secara lisan kepada nasabah pada program-program Go Green yang dapat dilihat langsung oleh nasabah, seperti: program formless pada transaksi di Teller sebelum melakukan transaksi Teller mengatakan bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk upaya implementasi green banking.
  • Pengedukasian karyawan secara terintegrasi diseluruh kantor Bank agar memiliki kebiasaan “green” dengan menggunakan konsep Green People & Green Habits, untuk mempermudah proses pengedukasian dilakukan penggandengan institusi universitas maupun lembaga yang peduli dengan isu lingkungan untuk nantinya mengedukasi karyawan secara berkala.
  • Memberikan suatu syarat khusus pada vendor-vendor / third party yang menyediakan jasa support employee seperti cleaning service berupa SOP standar para support employee dalam hal implementasi konsep “green” dalam keseharian pekerjaan mereka.
  • Pemberian apresiasi pada kantor-kantor bank yang dapat mengimplementasikan dengan baik paperless system yang merupakan program house cleaning.


Green Banking dalam Pranata Hukum di Indonesia


Di Indonesia, isu green banking telah mengemuka sejak 2002 kemudian dalam perkembangannya pada Desember 2010 Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution dan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta telah menandatangani kesepakatan bersama mengenai koordinasi peningkatan peran perbankan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Kesepakatan ini akan berlaku selama 3 tahun yang akan meliputi empat program yaitu persiapan perangkat hukum dan pedoman pelaksanaan green banking, penyediaan informasi kepatuhan nasabah terhadap perlindungan lingkungan, penyelenggaraan edukasi dan sosialisasi soal pelatihan manajemen resiko, dan terakhir penelitian bersama dan finalisasi naskah akademis green banking.22

Sampai saat ini, konsep green banking di Indonesia belum diatur dengan terperinci dalam pranata hukum, sehingga bank yang menerapkan konsep ini hanya melaksanakannya secara suka rela. Meski demikian ada beberapa ketentuan dalam UUPPLH yang dapat dijadikan landasan bagi peran dan tanggung jawab bank dalam pelaksanaan green banking, antara lain Pasal 22, Pasal 36, Pasal 42, dan Pasal 47.

Pasal 22 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. Dampak penting ditentukan berdasarkan besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; luas wilayah penyebaran dampak; intensitas dan lamanya dampak berlangsung; banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; sifat kumulatif dampak; berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan memperhatikan Pasal 22 ini, bank-bank di Indonesia yang ingin menerapkan konsep green banking wajib meminta amdal sebuah perusahaan yang mengajukan kredit sebagai syarat untuk pemberian kredit.

Sebenarnya pada tahun 2005 Bank Indonesia melalui Surat Edaran No. 7/ 3 /DPNP kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional di Indonesia menganjurkan bank untuk mempertimbangkan hasil amdal bagi perusahaan yang berskala besar dan atau berisiko tinggi terhadap penyaluran penyediaan dana. Perbedaannya adalah dalam konsep green banking amdal merupakan syarat yang harus dipenehi dan bukan anjuran seperti yang terdapat dalam surat edaran Bank Indonesia tersebut.

Selanjutnya pada Pasal 36 menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang memiliki amdal memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan ini wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Izin lingkungan kemudian diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Dengan memperhatikan Pasal 36 ini, bank-bank di Indonesia yang ingin menerapkan konsep green banking wajib meminta izin lingkungan sebuah perusahaan yang mengajukan kredit.

Pasal 47 menyebutkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Analisis risiko lingkungan hidup meliputi pengkajian risiko; pengelolaan risiko; dan/atau komunikasi risiko. Berdasarkan Pasal 47 ini dan mengacu pada program dari UNEP FI, bank bukan hanya harus meminta analisis resiko lingkungan hidup sebuah perusahan yang mengajukan kredit, tetapi juga harus berperan terhadap pemberian informasi dan panduan kepada perusahaan-perusahaan tentang menejemen resiko lingkungan hidup.

Pengajuan syarat-syarat di atas dalam menerapkan sistem persyaratan kredit dalam konsep green banking secara konsepsional merupakan penerapan salah satu instrumen ekonomi lingkungan hidup berupa intensif dan/atau disinsentif yakni pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup. Sebagaimana dalam Penjelasan Umum UUPPLH Pasal 42 ayat (3) huruf c bahwa pengembangan sistem lembaga keuangan yang ramah lingkungan adalah pengembangan sistem lembaga yang menerapkan persyaratan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam kebijakan pembiayaan dan praktik sistem lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Pengembangan sistem lembaga keuangan yang ramah lingkungan hidup ini sangat penting mengingat lembaga keuangan merupakan salah satu bagian vital dalam pembangunan Indonesia yang secara langsung atau tidak langsung akan bersentuhan dengan pemanfaatan lingkungan hidup.

Disamping ketentuan-ketentuan dalam UUPPLH, Otoritas Jasa Kuangan telah mengeluarkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia Tahun 2015-2019 yang berisi paparan rencana kerja program keuangan berkelanjutan untuk industri jasa keuangan yang berada di bawah otoritas OJK, yaitu perbankan, pasar modal dan IKNB. Program kerja yang dipaparkan dalam Roadmap ini sangat bersinergi dengan konsep green banking yang dicanangkan oleh UNEP FI. Program tersebut yaitu:23

- Meningkatkan daya tahan dan daya saing Lembaga Jasa Keuangan (LJK) sehingga mampu tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan. Daya tahan dikaitkan dengan kemampuan manajemen risiko yang lebih baik, sementara daya saing dikaitkan dengan kemampuan LJK untuk melakukan inovasi produk/layanan lingkungan yang ramah lingkungan.

- Menyediakan sumber pendanaan yang dibutuhkan masyarakat mengacu kepada RPJP dan RPJM yang bercirikan pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment.

- Berkontribusi pada komitmen nasional atas permasalahan pemanasan global (global warming) melalui aktivitas bisnis yang bersifat pencegahan/mitigasi maupun adaptasi atas perubahan iklim menuju ekonomi rendah karbon yang kompetitif.

Melalui Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia Tahun 2015-2019, OJK mengeluarkan strategi jangka menengah yang sangat visioner untuk mengembangkan sistem keuangan dimana setiap LJK harus memperhatikan lingkungan, sosial dan aspek manajemen risiko mereka serta dalam menyalurkan pinjaman dan investasi harus mempertimbangkan dampak pada lingkungan. Roadmap ini menjadi titik awal untuk meningkatkan kesadaran dan secara bertahap membangun kapasitas industri keuangan yang dibutuhkan untuk mengembangkan praktek pembiayaan yang berwawasan lingkungan. OJK dalam hal ini telah bekerja untuk mencapai tujuan mengedepankan pembiayaan dan investasi yang berkesinambungan.

Meskipun dalam pranata hukum di Indonesia telah ada ketentuan-ketentuan yang secara eksplisit dapat dijadikan landasan bagi peran dan tanggung jawab bank dalam pelaksanaan green banking, namun jika melihat urgensi dari konsep green banking sangat penting dalam perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup khususnya dalam hubungannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan, maka sangat diperlukan untuk diatur dengan lebih rinci lagi. Tujuannya, yaitu demi terciptanya kepastian hukum bagi para pihak yang akan menjalankan konsep green banking itu sendiri. Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Seperti yang dijelaskan dalam adigium “dimana tiada kepastian hukum, di situ tidak ada hukum”.


KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep green banking adalah istilah umum yang mengacu pada praktek-praktek dan pedoman bank-bank dalam pembangunan yang berkelanjutan di bidang lingkungan, ekonomi, dan sosial. Konsep ini telah dijalankan oleh ratusan bank diberbagai dunia.

Green banking di Indonesia secara konsepsional merupakan penerapan salah satu instrumen ekonomi lingkungan hidup berupa intensif dan/atau disinsentif yakni pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah lingkungan hidup sebagaimana disebutkan dalam UUPPLH Pasal 42 ayat (3) huruf c. Namun konsep green banking ini perlu diatur terperinci dalam pranata hukum Indonesia yaitu demi terciptanya kepastian hukum bagi para pihak yang akan menjalankan konsep green banking itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Dash, R. N. 2008. Sustainable 'Green Banking”: The Story of Triodos Bank. CAB Calling, College of Agricultural Banking. Reserve Bank of India.

Keraf, Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Kurniawan, Drajat. Jadi Bank ‘Hijau’, Ini yang Dijalankan BNI dan BJB. http://www.varia.id/2015/03/08/jadi-bank-hijau-ini-yang-dijalankan-bni-dan-bjb.

Otoritas Jasa Keuangan. Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia Tahun 2015-2019.

Radyati, Ajeng. Urgensi Pengaturan Green Banking Dalam Kredit Perbankan di Indonesia. Malang: Brawijaya University Press.

Sunarto, Siswanto. 2005. Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Rineka Cipta.

United Nations Environment Programme Finance Initiative. 2011. UNEP FI Guide to Banking & Sustainability.

United Nations Environment Programme Finance Initiative. About UNEP FI. http://www.unepfi.org/about/. Diakses pada tanggal 11 April 2015

United Nations Environment Programme. Towards a Sustainable Financial System in Indonesia. April 2015.

Jurnal dan Makalah

Ardiansari, Anindya. 2012. Green Banking: Prioritas Pada Sustainability Dalam Praktik Bisnisnya. Jurnal Eco-Entrepreneurship Seminar & Call For Paper "Improving Performance By Improving Environment". Vol. 2 (1), 2012.

Ayu, Andi Nurul Fadhilah dan Maria Anityasari. 2013. Analisis Implementasi Green Banking pada PT. Bank X (Persero) Tbk. Jurnal Teknik Pomits Vol.1, No.1, 2013.

Bhardwaj, Broto Rauth dan Aarushi Malhotra. 2013. Green Banking Strategies: Sustainability through Corporate Entrepreneurship. Jurnal Greener Journal of Business and Management Studies. Vol 3. Mei 2013.

Irwansyah. 2013. Jejak Demokrasi Lingkungan Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Jurnal Amanna Gappa, Vol.21 Nomor 2, Juni 2013.

1 Siswanto Sunarto. 2005. Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Rineka Cipta. h. 1

2 Irwansyah. 2013. Jejak Demokrasi Lingkungan Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. dalam Jurnal Amanna Gappa, Vol.21 Nomor 2, Juni 2013. h. 121

3 Sonny Keraf. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. h. 268

4 Ibid. h. 271

5 Broto Rauth Bhardwaj dan Aarushi Malhotra. 2013. Green Banking Strategies: Sustainability through Corporate Entrepreneurship. dalam Jurnal Greener Journal of Business and Management Studies. Vol 3. Mei 2013. h. 181

6 Ibid.

7 Ajeng Radyati. Urgensi Pengaturan Green Banking Dalam Kredit Perbankan di Indonesia. Malang: Brawijaya University Press. h.2
8 R. N. Dash. 2008. “Sustainable 'Green Banking”: The Story of Triodos Bank”. CAB Calling, College of Agricultural Banking. Reserve Bank of India

9 United Nations Environment Programme Finance Initiative. About UNEP FI. http://www.unepfi.org/about/. Diakses pada tanggal 11 April 2015

10 United Nations Environment Programme Finance Initiative. 2011. UNEP FI Guide to Banking & Sustainability. h. 33

11 Ibid. h. 38

12 Ibid. h. 13

13 Ibid.

14 Ibid.

15 Ibid. h. 17

16 Ibid. h. 29

17 Ajeng Radyati. Op.cit. h. 12

18 United Nations Environment Programme. Towards a Sustainable Financial System in Indonesia. April 2015. h. 2

19 Drajat Kurniawan, Jadi Bank ‘Hijau’, Ini yang Dijalankan BNI dan BJB. http://www.varia.id/2015/03/08/jadi-bank-hijau-ini-yang-dijalankan-bni-dan-bjb. Diakses pada tanggal 20 April 2015

20 United Nations Environment Programme. Op.cit. h. 27

21 Andi Nurul Fadhilah Ayu dan Maria Anityasari. 2013. Analisis Implementasi Green Banking pada PT. Bank X (Persero) Tbk. dalam Jurnal Teknik Pomits Vol.1, No.1, 2013. h. 3-4

22 Anindya Ardiansari. 2012. Green Banking: Prioritas Pada Sustainability Dalam Praktik Bisnisnya. dalam Jurnal Eco-Entrepreneurship Seminar & Call For Paper "Improving Performance By Improving Environment". Vol. 2 (1), 2012. h. 3

23 Otoritas Jasa Keuangan. Roadmap Keuangan Berkelanjutan di Indonesia Tahun 2015-2019. h. 16-17

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Pembangunan Berwawasan Lingkungan Melalui Green Banking

0 comments:

Post a Comment