Informasi Seputar Dunia Hukum how to address a lawyer, financial freedom reverse mortgage, raymond a mason school of business, dog bite lawyer los angeles, personal injury lawyer salaries,attorney maritime, attorney maritime, birth injury lawyer, personal injury attorney tampa fl, medical malpractice lawyer nj, tax attorney houston, personal injury lawyer jersey city, emc insurance companies, medical malpractice lawyers nj,

Sunday, February 10, 2013

Keterkaitan Pembuktian Dengan Sistem Peradilan Pidana

Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, menganut asas bahwa kasus pidana adalah sengketa antara individu dengan masyarakat (publik) dan sengketa itu akan diselesaikan oleh pemerintah sebagai wakil dari publik. Artinya, dengan menganut dan mengikuti civil law atau disebut juga dengan sistem enacted law yang dibangun dengan satu doktrin, bahwa pemerintah akan selalu berbuat baik, hukum direnungkan oleh ahli politik, dan ahli hukum merencanakannya dalam bentuk tertulis. Sedangkan dalam sistem common law sengketa itu diselesaikan oleh pihak ketiga yang disebut jury kecuali yang bersangkutan memilih lain. Pilihan selalu ada pada pihak terdakwa sebagai konsekwensi dari asas due process of law. Hukum bukan dibuat oleh ahli politik atau ahli hukum akan tetapi oleh orang awam yang jujur yang disebut jury. Oleh karenanya hukum dibuat dari kasus-kasus yang diproses melalui pengadilan, disebut common law atau judge made law.


Selanjutnya dikemukakan bahwa secara khusus dalam KUHAP yang menggantikan HIR pada tahun 1981, sesungguhnya sudah diakui adanya penerimaan asas asas serta ketentuan HAM dalam KUHAP, tetapi dalam mekanisme prosedurnya masih belum sesuai dengan konsep HAM yang berlaku pada semua tahap proses peradilan pidana. Sistem peradilan pidana yang pertama kali istilah itu diperkenalkan di Amerika Serikat oleh pakar hukum pidana dalam criminal justice science menyebutkan, criminal justice system merupakan sistem dalam masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan (substantive law). Sedangkan criminal justice process, diartikan sebagai pengamanan penerapan dari hukum substantif. Dengan demikian sistem peradilan pidana Indonesia dapat dilihat dari bekerjanya Institusi Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan, Advokat, dan Lembaga Pemasyarakatan.

Terhadap pelaksanaan fungsi penyelidikan dan penyidikan, maka ketentuan perundang-undangan memberikan hak istimewa atau hak privilese kepada polisi untuk memanggil, memeriksa, menangkap, menahan, menggeledah, menyita terhadap tersangka, dan atas dugaan bukti yang kuat telah melakukan tindak pidana. Terhadap pelaksanaan hak istimewa itu, polisi harus taat dan tunduk pada prinsip the right of due process. Setiap tersangka berhak diselidiki dan dilakukan penyidikan di atas landasan sesuai dengan hukum acara, dan ide penghormatan terhadap due process of law bersumber pada cita-cita ”negara hukum” yang menjunjung tinggi supremasi hukum, serta menegaskan pemerintahan diatur oleh hukum, dan bukan pada perseorangan (government of law and not a man). Dengan demikian, maka konsep esensi due process of law dalam pelaksanaannya para penegak hukum harus memedomani dan mengakui, serta menjamin berbagai hak yang ditentukan oleh KUHAP, yakni prinsip; the right of self incrimination, without due process of law, unresonible searches and seizures, the right of conform, the right to a speedy trial, equal protection and equal treatment of the law”, the right to have assistance of cuonsil.

Dalam perkara pidana maupun perkara perdata, hakim memerlukan pembuktian, khususnya hukum acara pidana sebagai hukum publik, dipakai system negative yang menurut undang-undang, sistem ini terkandung dalam pasal 294 (1) RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui). Sistem negatif menurut undang-undang, mempunyai maksud untuk mempersalahkan terdakwa, diperlukan suatu minimum pembuktian yang ditetapkan dalam undang-undang, dan walaupun pembuktian itu melebihi minimum yang ditentukan oleh undang-undang, jika hakim tidak berkeyakinan mempersalahkan terdakwa, maka tidak dibenarkan menjatuhkan hukuman. Karena itu putusan hakim harus berdasarkan bukti-bukti yang sah, dan hakim berkeyakinan menjatuhkan hukuman. Hakim pidana dalam menjalankan pembuktian memegang peranan yang bebas sepenuhnya. Tidak demikian halnya dengan hakim perdata yang dalam menjalankan tugas dibatasi oleh alat bukti yang mengikat atau memaksa seperti halnya akte otentik, pengakuan di muka hakim, dan sumpah. Sehingga dalam perkara pidana hakim mencari kebenaran hakiki (materiele waarheid), sedangkan pada hukum acara perdata hanya cukup dengan kebenaran formil (formiel waarheid).

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Keterkaitan Pembuktian Dengan Sistem Peradilan Pidana

0 comments:

Post a Comment